Terik matahari terasa membakar wajah. Waktu
setempat menunjukkan pukul sepuluh pagi saat kami tiba di kompleks percandian. Perjalanan
lancar, kondisi jalan pun cukup baik, hanya saat mendekati lokasi, jalanan mulai sedikit
menyempit.
sumber : dok. pribadi |
Candi Muara Jambi. Jujur, meski berayah
seorang asli Jambi, inilah kali pertama saya datang kemari, seiring mudik Lebaran beberapa bulan lalu. Di sisi tempat
parkir, tepatnya di samping jalan menuju ke kompleks candi, berderet kios-kios yang
menjual beraneka topi dan souvenir untuk oleh-oleh.
Saya dan kakak saya singgah sebentar membeli
topi. Sebelum memasuki lokasi, saya terlebih dahulu menyewa sepeda untuk anak –
anak saya. Sewanya Rp.10 ribu per orang. Sementara untuk kami yang dewasa
(saya, suami, kakak dan tante), kami menyewa becak motor (bentor) dengan harga
yang sama. Satu becak ditumpangi dua orang. Dan untuk tiket masuk, harganya
Rp.5 ribu/orang.
Sesampai di dalam, lahan luas dengan bangunan-bangunan
candi yang tersebar langsung tertangkap oleh mata. Dikelilingi hutan karet dan
pohon-pohon besar. Pantas saja ada penyewaan sepeda dan bentor. Karena jika
berjalan kaki, sudah pasti gempor. (kendaraan tidak diperbolehkan masuk
lokasi).
anak-anak saya bersepeda mengelilingi lokasi (sumber : dok. pribadi) |
sumber : dok. pribadi |
Bayangkan saja. Kompleks Candi Muara Jambi ini,
luas keseluruhannya mencapai 3.981 hektar, delapan kali lebih luas dari
kompleks Candi Borobudur (sebagian sumber menyebut 12 kali lebih luas), bahkan merupakan
kompleks percandian terbesar di
Indonesia! Lokasinya tersebar di dua kecamatan dan delapan desa. Area yang
terdapat di Kecamatan Marosebo meliputi Desa Danaulamo, Muarojambi, dan Desa
Baru sedangkan area yang terletak di Kecamatan Tamanrajo meliputi Desa
Tebatpatah, Kemingkingdalam, Dusunmudo, Telukjambu, dan Desa Kemingkingluar. Kami pun meminta
bentor berhenti di depan Candi yang terletak di tengah-tengah lokasi.
Sejarah Candi Muara Jambi
Dalam catatan sejarahnya, Candi Muara Jambi
ini diperkirakan dibangun pada abad 9 hingga 12 Masehi. Dan ditetapkan sebagai
Cagar Budaya Indonesia melalui SK Menteri No. 259/M/2013 dan SK Menteri No.045/M/2000.
Berdasarkan UU No.11 tahun
2010, Cagar Budaya adalah "warisan budaya
bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur
Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di
air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui
proses penetapan." Maka, dari definisi ini, hanya warisan kebendaan yang
memiliki nilai-nilai penting, yang dapat diakui sebagai Cagar Budaya setelah
melewati proses penetapan.
Lantas, se”penting” apakah nilai cagar budaya yang satu ini?
Candi Muara Jambi memang tidak sepopuler Candi Borobudur dan
Prambanan. Namun, fakta sejarah dan tinjauan terhadap eksistensinya menunjukkan,
bahwa candi ini memiliki 4 (empat) nilai
penting yang membuatnya layak ditetapkan sebagai Cagar Budaya :
Pertama, nilai sejarah : Kompleks Candi Muara Jambi, merupakan situs
purbakala peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Melayu Kuno. Pada
saat itu, pengaruh Kerajaan Melayu dan Sriwijaya tidak hanya meliputi Nusantara
tetapi juga mencapai daratan Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand.
Kedua, nilai pendidikan : candi
Muara Jambi merupakan tempat pengajaran agama Budha terluas di Asia Tenggara
(diperkirakan sekitar seribu tahun lalu). Ini diperkuat catatan
I-Tsing, seorang biksu Buddha Tionghoa ketika beliau tinggal di Fo-Shih (Sriwijaya)
yang mengatakan bahwa “Di kawasan berpagar tembok di Fo-Shih,
tinggal ribuan bhikshu yang tekun belajar dan beribadah.”
Ketiga, nilai agama dan / atau
kebudayaan : candi
Muara Jambi, atau masyarakat setempat menyebutnya Muaro Jambi, pernah menjadi pusat peribadatan agama Budha terluas di Nusantara,
yaitu pada sekitar abad ke tujuh hingga tiga belas. Dan berdasarkan simpulan
para arkeolog, candi Muara Jambi dulunya merupakan tempat pertemuan berbagai
budaya. Ini terlihat dari ditemukannya manik-manik yang berasal dari Persia,
China dan India.
Keempat, nilai ilmu pengetahuan :
candi Muara Jambi dapat menjadi objek penelitian yang berharga karena memiliki
aspek-aspek berikut :
1.
Memiliki karakteristik yang khas dan berbeda dengan
kawasan atau situ lainnya.
Ciri-ciri
ini tercermin dari tinggalan budaya materinya serta lingkungan alam Kawasan
Muara Jambi, yang berbeda dengan situs purbakala dan percandian lainnya di
negeri ini.
2.
Memiliki aspek arsitektur, kronologi, dan fungsi.
Dari sisi arsitektur,
berdasarkan tinggalan candi yang sudah dilakukan pengupasan dan pemugaran,
terdapat berbagai macam bentuk, ukuran, ragam hias dan gaya bangunan candi.
Selain itu, masing-masing kompleks juga memiliki bentuk, ukuran, dan penataan
bangunan yang berbeda-beda.
Dalam kaitannya
dengan kronologi, Kawasan Muara Jambi terdapat di kawasan yang sangat luas dan
memiliki karakteristik yang khas. Sebagian dari bangunan-bangunan bata tersebut
mengelompok di suatu tempat yang dikelilingi tembok pagar keliling, misalnya
Candi Teluk, Kembarbatu, Gedong, Gumpung, Tinggi,
Kotomahligai, dan Kedaton. Sebagian
lagi merupakan suatu bangunan tersendiri yang letaknya terpisah-pisah,
misalnya Candi Astano, Manapo
Melayu, dan beberapa manapo (bukit
kecil) lainnya.
Di Candi Gumpung pernah ditemukan arca tanpa kepala dan kedua lengan.
Dari jenis kelamin dan sikap tangannya (mudra), arca
ini diduga sebagai arca Prajnaparamita (Dewi
Pengetahuan dalam sistem pantheon Buddha). Arca ini mirip dengan arca serupa
yang ditemukan di Jawa yang bergaya Singhasari berasal dari sekitar abad ke-13
Masehi. Di candi ini juga pernah ditemukan kertas emas.
sumber : dok. pribadi Lukman Tanjung |
Berdasarkan bentuk
aksara pada kertas emas diperkirakan berasal dari sekitar abad ke-9–10 Masehi.
Sementara itu, di sekitar kawasan percandian ini banyak pula ditemukan pecahan
keramik Cina yang berasal dari masa Dinasti Song-Yuan (abad ke-11–14 Masehi), dan
Dinasti T’ang (abad ke-8–9 Masehi).
Sementara itu,
dalam kaitannya dengan fungsi, terdapat beberapa indikator menarik. Sebagai
contoh, pada waktu dilakukan pembongkaran bagian dasar bangunan Candi Gumpung, di bagian tengahnya ditemukan 13 lubang yang berdenah
bujursangkar berisi barang-barang berupa kertas emas. batu mulia, kertas emas
bertulisan dengan aksara Jawa Kuna, dan cepuk emas. Konstelasi lubang-lubang
ini menuruti delapan penjuru mata angin. Pertulisan pada kertas emas tersebut
menyebutkan mantra-mantra agama Buddha sesuai dengan penempatan pada arah
mata-angin.
Penelitian tentang keberadaan
candi ini dimulai sejak tahun 1820. Kala itu, nama Muarajambi muncul dalam
laporan seorang
perwira angkatan laut Kerajaan Inggris bernama S.C. Crooke. Crooke melaporkan
bahwa ia melihat reruntuhan bangunan dan menemukan satu arca yang menggambarkan
arca Budha. Keterangan Crooke dilengkapi pula oleh T. Adam yang datang ke Jambi
pada tahun 1921. Tiga belas tahun kemudian, F.M.Schnitger mengunjungi Jambi. Ia
menambahkan beberapa informasi tentang nama-nama candi baru, yaitu Gumpung,
Tinggi, Gunung Perak, Gudang Garem, Gedong I, dan Gedong II.
Schnitger sempat
melakukan ekskavasi pada bagian dalam sejumlah candi (Mundardjito, 1995, 1996;
SPSP Jambi, 1999, 2000). Schnitger juga merupakan peneliti pertama yang
menghubungkan Kawasan Muarajambi dengan kerajaan Melayu (Mo-lo-yeu) yang disebut dalam
naskah Cina abad ke-7. Ia menggunakan sungai kecil bernama Melayu di sebelah
barat Desa Muarajambi sebagai dasar pemikirannya. Selain itu, informasi
tentang daerah Jambi juga ditemukan pada Naskah Berita Dinasti Tang (618-906 M)
yang menyebutkan kedatangan utusan
Kerajaan Mo-lo-yeu ke
Cina pada 644 M dan 645 M.
Apa
saja yang terdapat di dalam kompleks Candi Muaro Jambi?
Selaras dengan keluasan areanya,
letak antar candi terpaut jarak cukup jauh. Tersebar hingga ke pemukiman dan
kawasan pabrik. Diperkirakan, didalam kompleks ini terdapat 82 reruntuhan
bangunan kuno (menapo), 11 diantaranya sudah mengalami ekskavasi dan pemugaran,
yaitu Candi Kembar Batu, Candi Gumpung, Candi Tinggi I, Candi Tinggi II, Candi
Astano, Candi Kotomahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong I, Candi Gedong II, dan
Telagorajo. Selain itu, terdapat pula kanal-kanal kuno penanggulangan banjir
musiman, yang juga digunakan sebagai batas antara kawasan hunian dengan
lingkungan sekitarnya. Ada pula tinggalan lain berupa gundukan tanah berisi
bata kuno dan parit-parit melingkar sebagai bekas lokasi pembangunan.
sumber : dok. pribadi Lukman Tanjung |
Lokasi candi yang berada di tepian
Sungai Batang Hari ini juga ditandai oleh adanya rawa dan tanggul alam purba. Temuan-temuan
purbakala yang berada di atas tanggul alam purba, baik di sisi selatan maupun
sisi utara dari Sungai Batanghari, menandakan bahwa pada masa lalu, pemukiman
kuno yang telah berlangsung sejak abad kedelapan ini sudah menempati kedua sisi
tanggul alam. Ini dibuktikan dengan ditemukannya sisa-sisa kegiatan manusia
kuno di kedua sisi sungai, misalnya benda-benda keramik, arca batu, peralatan
kehidupan sehari-hari, dan perhiasan yang berasal dari masa berbeda. Di lokasi
ini juga ditemukan sisa – sisa industri manik – manik, tembikar dan sisa rumah
tinggal.
Rawat atau Musnah
Keberadaan
candi yang telah masuk daftar tentatif UNESCO sebagai Warisan Dunia sejak
tahun 2009 ini, tak dapat dipungkiri, usianya telah mencapai ratusan tahun,
memiliki sifat rapuh, tidak dapat diperbaharui dan terbatas. Oleh karenanya,
perawatan mutlak dilakukan demi menjaga eksistensinya dari terancam musnah.
Grafis berikut ini menunjukkan data cagar budaya yang
tidak terawat dan terancam punah, dari 200 kabupaten/kota di Indonesia, yang
tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.
Tentu, kita tidak ingin Candi Muara Jambi menambah panjang list cagar budaya yang tidak terawat atau bahkan punah. Salah satu upaya revitalisasi
Candi Muara Jambi, adalah dengan pemugaran yang telah dilakukan sejak satu
dekade terakhir. Pemugaran ini, diakui dilakukan dengan sangat hati-hati.
Karena jika tidak, dapat merusak nilai
sejarah dari bangunan – bangunan yang ada dan arkeologi, seperti hancurnya batu yang memiliki gambar relief sehingga bisa
menghilangkan makna.
pemugaran candi (sumber : beritagar.id) |
Hingga
hari ini pemugaran masih terus dilakukan. Selain untuk tujuan pelestarian, pemugaran
ini juga dilakukan agar Candi Muara Jambi bisa masuk sebagai salah satu warisan
dunia. Seperti diketahui, ada enam syarat suatu budaya atau alam dapat menjadi
warisan dunia yaitu :
-
menunjukkan
masterpiece mahakarya kejeniusan manusia,
- menampilkan
sebuah pertukaran penting, nilai – nilai kemanusiaan dalam jangka waktu yang
cukup lama,
-
kebudayaan
yang unik,
-
contoh luar
biasa dalam arsitektur,
-
contoh luar
biasa dari pemukiman tradisional masa lalu dan
-
secara
langsung, berhubungan langsung dengan tradisi yang masih hidup hingga saat ini.
Dari keenam syarat ini, candi
Muara Jambi memenuhi nomor dua hingga empat. Selain nilai-nilai penting yang dimiliki oleh Candi
Muaro Jambi sebagaimana telah diuraikan diatas, candi ini turut memberi dampak
ekonomi bagi masyarakat di sekitar lokasi, dan berkontribusi terhadap sektor pariwisata
provinsi Jambi sebagai salah satu destinasi wisata sejarah. Sebagai peninggalan agama Budha, hingga hari ini, di kompleks
percandian ini telah beberapa kali diadakan upacara keagamaan Budha pada saat
hari besar misalnya Waisak.
Dari pengamatan saya selama
berkunjung ke candi, masih terdapat beberapa permasalahan yang perlu dibenahi dalam
menjaga kelestarian kawasan Cagar Budaya ini, antara lain :
1.
Masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang nilai
pentingnya keberadaan kawasan percandian ini.
2.
Masih minimnya pemandu yang bisa menjelaskan dengan
detil nilai historis dari Cagar Budaya ini.
3.
Minimnya informasi terkait nilai-nilai penting cagar
budaya ini di kawasan percandian.
4.
Sebagian area percandian dimanfaatkan sebagai daerah
hunian, kebun rakyat, perkebunan kelapa sawit, pembudidayaan ikan, dan tempat
penimbunan batu bara (stockpile).
5.
Sarana
prasarana penunjang yang belum terlalu baik
Seperti ketersediaan kamar mandi
dengan air yang baik, tempat ibadah dan tempat peristirahatan serta rumah makan
yang baik.
6.
Akses menuju
lokasi yang belum terlalu memadai
Terdapat dua pilihan akses jalan
menuju lokasi. Melalui perjalanan darat dan air. Sayangnya melalui perjalanan
air, dibutuhkan biaya yang cukup besar. Dan dengan biaya yang cukup besar ini,
pengunjung masih menemui dermaga yang terkesan seadanya dan cenderung kurang
terawat.
7.
Terdapat
komersialisasi area lahan di sekitar percandian yang bisa mengancam keberadaan
kompleks percandian.
Untuk mengatasi permasalahan
diatas, tentu membutuhkan peranan pemerintah. Namun, masyarakat juga sesungguhnya
dapat ikut berpartisipasi. Karena masyarakatlah sesungguhnya “pewaris” cagar
budaya dan yang paling merasakan dampak positif dari eksistensi cagar budaya.
Sebelum kita menggali lebih jauh
tentang peran serta masyarakat, mari kita lihat terlebih dahulu program dan
kegiatan dalam rangka pelestarian cagar budaya yang telah dilakukan pemerintah
Provinsi Jambi dalam 10 tahun terakhir :
a.
Program pelestarian sejarah dan purbakala
b.
Program konservasi dan perlindungan percandian Muaro
Jambi
c.
Program revitalisasi dan pemugaran candi, menapo dan
struktur bangunan lainnya
d.
Kegiatan kepemanduan wisata (melibatkan pemuda dan
masyarakat setempat)
e.
Pemagaran candi
f.
Museum sebagai upaya penyelamatan benda cagar budaya
g.
Perawatan berkala
h.
Menempatkan juru pelihara
Program dan kegiatan tersebut, dilakukan pemerintah
sebagai implementasi upaya perlindungan sesuai
UU No.11 tahun 2010 tentang cagar budaya, yaitu upaya mencegah dan
menanggulangi dari kerusakan, kehancuran atau kemusnahan dengan cara penyelamatan,
pengamanan, zonasi, pemeliharaan dan pemugaran cagar budaya. Meskipun belum
sepenuhnya menuntaskan permasalahan, keseriusan pemerintah dalam hal ini tentu
layak diapresiasi.
Eco Heritage, Pelestarian Cagar Alam berbasis lingkungan
Mungkin, dibandingkan eco heritage, anda lebih familier
dengan istilah eco-tourism, eco-living, dan seterusnya. Jujur saja, konsep ini baru
terbetik di benak saya saat mem-flashback
2 (dua) fakta tentang candi Muaro Jambi berikut ini :
-
Suasana kompleks percandian dengan bentangan
rerumputan, terdapat kanal dan dikelilingi pohon-pohon besar. Sungguh, ini
karunia Tuhan yang luarbiasa, ketika sebuah cagar budaya terletak di kawasan yang
asri. Dan sungguh (lagi), alangkah sayangnya, jika anugerah ini tidak
dipelihara dengan baik.
sumber : dok. pribadi |
-
Di sisi lain, terdapat kondisi yang cukup kontradiktif.
Meskipun dikelilingi pepohonan, cuaca di lokasi percandian terasa sangat panas
dan kering. Mungkin, ini disebabkan luas tutupan hutan di Jambi yang semakin
merosot. Bahkan, dari data tahun 2018, luas tutupan hutan tinggal 18% dari
total luas provinsi Jambi, dan ini sudah berada di bawah syarat minimum
keseimbangan ekosistem.
Untuk konsep eco heritage tersebut, saya merujuk pada 2
(dua) definisi :
Pertama, dari konsep eco museum yang dikemukakan Ohara
(1998), saya mencoba mengonversikannya dengan cagar budaya sebagai objeknya sehingga
menghasilkan definisi sebagai berikut :
-
Pelestarian warisan budaya
-
Partisipasi masyarakat dalam pelestarian demi masa
depan
-
Aktivitas dasar di cagar budaya
Kedua, definisi eco heritage menurut National
Geographic, yaitu upaya untuk mendukung dan meningkatkan karakteristik total
dari suatu (tempat), meliputi unsur lingkungan, budaya, warisan budaya,
estetika, dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Jadi, berdasarkan kedua definisi tersebut, eco heritage
memiliki makna luas, yang didalamnya terdapat upaya pelestarian warisan budaya dan
partisipasi masyarakat. Maka, untuk merealisasikan konsep eco heritage, inilah bentuk partisipasi yang dapat
dilakukan masyarakat, tidak hanya masyarakat di sekitar kawasan candi Muara Jambi, tetapi
juga masyarakat secara luas terhadap cagar budaya yang ada di negeri ini, sebagai
berikut :
a.
Menjaga dan merawat cagar budaya beserta fasilitas
pendukungnya
Ini kita lakukan dengan mematuhi aturan yang berlaku di
lokasi cagar budaya, jangan merusak, mencoret-coret, mengambil aset cagar
budaya, dan sebagainya. Termasuk juga memelihara semua fasilitas yang ada
seperti toilet, musola, tempat makan, hingga pepohonan dan tumbuhan
b.
Menjaga kebersihan lingkungan
Dengan membuang sampah pada tempatnya, tidak meludah
sembarangan, tidak mengotori bangunan dan lokasi
c.
Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang cagar
budaya
Tak kenal maka tak sayang. Seringkali, ketidakpedulian hadir
karena ketidaktahuan. Maka, untuk menumbuhkan rasa peduli terhadap pelestarian
cagar budaya, kita perlu meningkatkan pengetahuan dan wawasan terhadap cagar
budaya, terutama tentang nilai historisnya dan sumbangsihnya terhadap peradaban, serta manfaat pelestarian lingkungan cagar budaya
d.
Ikut serta dalam upaya mempromosikan cagar budaya dan
pelestarian cagar budaya
Pengetahuan dan wawasan akan menumbuhkan rasa kebanggaan dan
kecintaan terhadap cagar budaya, serta kesadaran akan nilai-nilai pentingnya. Maka,
sudah sepantasnya kita ikut mempromosikan cagar budaya termasuk upaya-upaya
pelestariannya. Keberadaan teknologi informasi yang
berkembang pesat, melalui blog dan socmed misalnya, bisa menjadi sarana untuk memperkenalkan Cagar Budaya serta
nilai pentingnya bagi peradaban bangsa ini kepada masyarakat luas
e.
Menciptakan lingkungan hijau di lokasi cagar budaya
Tidak harus menunggu program pemerintah, kita pun dapat
menciptakan lingkungan hijau di lokasi cagar budaya, baik secara individu
maupun bersama komunitas, misalnya dengan penanaman pohon. Hal ini pernah dilakukan oleh IKA SKMA Jambi
sempena Hari Bakti Rimbawan pada 16 Maret lalu, dengan menanam 500 bibit pohon
buah di sekitar kompleks Candi Muaro Jambi, bekerjasama dengan pemuda peduli
lingkungan.
Kepada pemerintah, saya juga ingin memberikan beberapa
usul dan saran terkait implementasi konsep eco heritage di kawasan cagar
budaya, sebagai berikut :
- Mempertegas aturan untuk masyarakat dan pengunjung
terkait penjagaan aset dan kebersihan di lokasi cagar budaya
- Menyediakan tempat pembuangan sampah di banyak titik
lokasi, dengan memisahkan tempat sampah organik dan non organik
-
Mengembangkan kawasan hijau sekurang-kurangnya 30% dari
keseluruhan total area cagar budaya
-
Meningkatkan jumlah juru pelihara dan frekuensi
pemeliharaan
- Untuk area Candi Muara Jambi, saya berharap pemerintah
tetap mempertahankan aturan tentang pelarangan kendaraan bermotor dan tetap
menyediakan fasilitas sepeda di area cagar budaya untuk mengurangi polusi
- Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung
(jalan menuju lokasi, ketersediaan air bersih, sarana ibadah, dan lain-lain)
- Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat dan peran
serta masyarakat dalam pelestarian cagar budaya
-
Meningkatkan edukasi cagar budaya kepada siswa di
sekolah
Dengan penerapan
konsep eco heritage ini, tidak hanya dapat memperkuat upaya pelestarian cagar
budaya, tetapi juga sangat berkontribusi terhadap pemeliharaan lingkungan yang
berkelanjutan. Kedepannya nanti, sinergitas
ini semoga dapat memberi multiplier
effect terhadap peningkatan kualitas lingkungan termasuk kualitas kesehatan
masyarakat, pengembangan pariwisata, pertumbuhan ekonomi lokal, kesadaran untuk
menjaga warisan budaya dan antisipasi terhadap dampak negatif akibat kurangnya
pengelolaan cagar budaya.
Tentu, kepedulian, peran
serta dan kerjasama semua pihak menjadi kunci utama. Rawat atau Musnah bukan
hanya slogan. Tetapi menjadi tanggung jawab moral kita semua terhadap
eksistensi peradaban bangsa ini sebagai bangsa yang besar dengan menghargai
sejarah, budaya dan lingkungan sekitar kita.
Kalian punya ide tentang pelestarian cagar budaya oleh masyarakat? Yuk tuangkan ide kalian dalam kompetisi "Blog Cagar Budaya Indonesia, Rawat atau Musnah!", dan jadilah bagian dari upaya bersama untuk melestarikan cagar budaya Indonesia.
Sumber referensi :
academia.edu
https://nasional.kompas.com/
https://beritagar.id/
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/
https://www.antaranews.com/
https://utiket.com/
https://jambi.tribunnews.com/
Yup kakak, candinya memang luas banget dengan nilai historis yang luar biasa.
ReplyDeleteSetiap kita memang kudu concern dgn cagar budaya.
ReplyDeleteHarus melestarikan, supaya ngga mudah dirusak atau dilupakan begitu aja
Banyak kearifan lokal dari cagar budaya ini ya Mak
Wohoooo, keren nih, jujur saya hingga saat ini lebih ngeh saja sama cagar budaya yang ada di pulau Jawa, itupun nggak semuanya.
ReplyDeleteDengan adanya program ini, cagar budaya se Indonesia jadi terpampang semua dan jadi banyak literasi mengenai cagar budaya yang mungkin sebelumnya hanya sedikit di kenal orang.
Keren deh programnya.
Dan keren juga tulisannya, jadi tahu banyak tentang cagar budaya di sana :)
Banyak cagar budaya di daerah2 di Indonesia yang belum kukenal. Sekarang tambah 1 pengetahuan lagi nih, cagar budaya Muara Jambi. Luas sekali ya, hampir 4 hektar, wow! Bisa gempor memang kalau jalan kaki haha.
ReplyDeleteWaw, 8x lebih luas dari Candi Borobudur??
ReplyDeleteUjame pribadi baru tau nih Candi ini.
Harusnya gak cuma wisata kekinian yang banyak di explore,
which is harusnya Cagar Budaya seperti ini banyak promosinya soalnya kaya sejarah.
Duh, semoga lestari...
Aku jadi penasaran dengan cagar budaya yang ada di dekat rumah nih, jangan-jangan aada tapi akunya gak tau. Padahal dengan mengeal cagar budaya bisa belajar sejarah ya
ReplyDeleteSeneng deh saya baca berbagai artikel tentang cagar budaya ini. Ternyata banyak banget di Indonesia. Semoga semuanya bisa dilestarika
ReplyDeletewow gede banget 12x candi Borobudur, keren nih ada lomba blog cagar budaya aku jadi tahu tentang cagar budaya di daerah lain semoga upaya terus melestarikan menjadi tanggung jawab semua pihak ya mba
ReplyDeleteCagar budaya harus dilestarikan mbk. Karena mempunyai nilai bagi daerah maupun Indonesia. Memiliki nilai sejarah yang tinggi.
ReplyDeleteMbak komersialisasi di sekitar candi yang dimaksud menjadi ancaman itu yang bagaimana?
ReplyDeleteUsia candi Muara Jambi ini sudah tua sekali, ya ... jadi dari tulisan di atas, bisa jadi berdiri sejak tahun 700-an atau malah 400-an, ya? Masya Allah ... luar biasa.
Nah, satu yang saya garusbawahi itu ... bahwa kurangnya pemandu yang bisa menjelaskan tentang sejarah dengan detail ... eh kurang atau tak ada? Padahal kan sebaiknya anak-anak kita dan warga sekitar belajarnya tentang sejarah lokal lalu dari situ bisa digali berbagai hal. Sama juga di sini, yang bisa jelaskan dengan detail, kalau pemandu wisata susah dicari, nah kalau ahli sejarah lokal, ada. Sayangnya belum belajar sejarah lokal kita.
Wah luaaaaas ya komplek Candi Muara Jambi ini. Semoga tetap terawat dan tidak musnah ya...
ReplyDeleteYg terkenal candi borobudur, termasuk yg aku tahu selama ini yg wow, padahal di luar sana ternyata ada yg lebihh dr candi borobudur y mb
ReplyDeleteGak bermaksud membandingkan, tp ini jd semacam pengingat kadang yg belum terekspos bisa jadi jauh lebih wow
Takjub bgt sm luasny padahal ngiterin borobudur aj dah gempor wkkk
Sayang sekali kalau ada Cagar Budaya yang kurang terawat ya. Semoga ke depannya masyarakat bisa semakin peduli dan mau menjaga, merawat dan melestarikan cagar budaya di daerahnya
ReplyDeleteTernyata cagar budaya berupa Candi ini ada banyak ya bukan di daerah Jawa saja tapi di Janbi juga ada. Well saya baru tahu ada Candi Muara Jambi. Dan memang sudah menjadi tugas kita untuk ikut berperan dalam menjaga kelestarian cagar budaya agar tidak musnah.
ReplyDeleteEco heritage emang harus banyak nih digalakkan ya mbak, jd satu konsep.sama perawatannya, ya dr pengelola maupun masyarakat, apalagi kl didukung sama Pemerintah. Semoga��
ReplyDeleteBenar banget mba. Kita ikut bertanggung jawab untuk menjaga cagar budaya kita dalam bentuk apapun. Konsep ini luar biasa sekali jika diterapkan di banyak cagar budaya
ReplyDeleteMasih sama ya permasalahan di semua situs bersejarah yang tidak terkenal. Kesadaran masyarakata yang masih rendah, dan optimasi dari pihak berwenang yang masih minim. Padahal kalo dikembangkan, pasti bisa jadi bagus dan keren. Semoga ke depannya bisa mendapat perhatian lebih. Supaya tidak punah :(
ReplyDeleteSemoga candi Muara Jambi bisa selalu terjaga dan terpeliharaaa ya mba.. aku pengeen keliling Indoneaia dan mampir di banyak tempat cagar budaya
ReplyDeleteMba, selama ini aku lihat Candi Muara Jambi hanya via kartu pos yang dikirimkan oleh sahabat kartu posku. Senang membaca ulasannya di sini dan konsep eco heritage yang mendukung pelestarian cagar budaya untuk candi ini.
ReplyDeleteAku baru tau mengenai candi ini, patut dilestarikan banget ya biar anak cucu kita tahu adanya eco heritage di kawasan Jambi.
ReplyDeleteWah saya baru dengar soal candi ini dan amaze ternyata lebih luas dari Borobudur ya mbak. Permasalahan cagar budaya kyk cani di negeri ini kyk gtu yaaa. Berharap masyarakat makin menjaga cagar alam trus juga disediakan pemandu yang kredible buat menjelaskan sejarah cagar budaya yang ada, jd pengunjung juga bisa paham dan lbh menghargai sejarah.
ReplyDeleteSeneng baca reviewnya, lengkap. Jujur pengetahuanku ttg candi di luar jawa terbatas banget mbak
ReplyDeleteOh...maksud dari eco-heritage itu membuat hijau lahan yang menjadi cagar budaya yaa..
ReplyDeleteKeren..keren.
Mungkin bisa dinikmati nanti oleh anak-cucu kita. Semoga cagar budaya di Indonesia tetap terawat dengan baik shingga menjadi cerita yang tak lekang oleh waktu.
Aku baru tahu lho kalau di Jambi ada candi.... Senang mengetahui berbagai macam informasi mengenai cagar budaya Indonesia
ReplyDeletekonsep ecoheritage ini bagus banget mbak, ulasan tentang masalah dan solusi cagar budayanya lengkap juga mbak. keren ^^
ReplyDeleteJujur saya baru kenal dengan cagar budaya candi muara jambi, untungnya ada ulasan ini, makin banyak ulasan tentang cagar budaya, kitapun yang gak berada dilokasi tersebut bisa melihat dan mengetahui salah satu cagar budaya yang ada di indonesia...
ReplyDelete