Judul : Ayat Suci Yang Menari
Penulis :
Garina Adelia
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 240 hal
Terbit : 2014
Sinopsis :
Nicholas,
Christopher, Laura, Ilse dan Nikki, adalah lima orang anggota relawan FEOI,
sebuah federasi yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan hidup asal Belanda,
yang datang ke pertambangan batu bara batu Licin – Kalimantan Selatan dengan
maksud melakukan penelitian dan penyuluhan lingkungan hidup. Kedatangan mereka
pada awalnya disambut baik oleh para pekerja lokal, termasuk oleh Nishi Takamura,
Manajer Operasional pertambangan yang bernama Pordland Coal Mining itu.
Namun sejak
menjejakkan kaki ke areal pertambangan, kelima relawan itu mulai mencium
berbagai hal yang ganjil. Tak hanya gejala kerusakan lingkungan hidup yang
parah akibat penambangan batu bara, mereka juga mencurigai keberadaan hutan
rahasia di tengah areal pertambangan.
Sementara itu,
seorang pekerja bernama Neo Javed, juga memiliki misi khusus di lokasi pertambangan
tersebut. Ia ingin menyelidiki penyebab kematian adiknya Lei yang meninggal
dengan cara mengenaskan di lokasi pertambangan saat melakukan pengerukan batu bara.
Neo curiga kalau kematian adiknya bukanlah kecelakaan biasa, melainkan memang
sengaja dibunuh. Apalagi, setelah kejadian itu, orang-orang yang menyaksikan
peristiwa yang menimpa Lei juga ikut menghilang.
Diantara
para relawan itu, Laura, yang juga saudara kembar Nicholas, sesungguhnya
memiliki tujuan lain dibalik keikutsertaannya dalam misi FOEI.
“Sebenarnya
Laura tidak terlalu memedulikan misi tersebut. Misinya sendiri jauh lebih kuat
dari sekadar meneliti kerusakan lingkungan. Sejujurnya, Laura bergabung dengan
FOEI hanya untuk melarikan diri dari kenyataan bahwa ia merasa ada yang salah
pada dirinya, juga keluarganya.” (hal. 11).
Selama
berada di sana, tak hanya aktivitas para pekerja tambang yang menarik perhatian
Laura, tetapi juga gerakan-gerakan sholat para pekerja muslim yang sedang
menunaikan ibadah di mushola, pakaian panjang dan tertutup yang dikenakan
seorang wanita muslim bernama Fayza, sampai lantunan ayat-ayat suci yang beberapa
kali terdengar oleh Laura. Lantunan indah itu, secara aneh menghadirkan
ketenangan dalam hatinya.
“Anehnya,
semakin lama ia mendengarkan alunan nada itu, rasa takutnya perlahan
menghilang. Hanya ketenangan yang menyelimutinya. Ketenangan yang terasa begitu
memabukkan, sekaligus menyejukkan.
Alunan nada
itu begitu indah. Penuh puja-puji pada sesuatu yang keberadaannya tidak pernah
diketahui Laura.” (hal. 78).
Selain itu, sosok
Neo Javed juga mulai menghadirkan getaran aneh di hati Laura, terlebih-lebih
saat Laura diam-diam melihat dan
mengamati pria itu beribadah dengan khusyu di mushola dan memperdengarkan suaranya
yang indah saat mengumandangkan shalawat nabi. Sikap dan pembawaan pria itu yang
terkesan misterius juga membangkitkan rasa penasaran Laura untuk mengetahui
lebih banyak tentang Neo Javed.
Sementara itu,
di areal pertambangan terjadi rentetan peristiwa yang tragis dan misterius. Kecelakaan yang
merenggut nyawa beberapa pekerja tambang, penemuan tengkorak dan tulang
belulang manusia, hingga teror dan penyerangan yang dialami para relawan. Dan dugaan
sebagian dari relawan terarah pada Neo Javed. Pria itulah dalang dibalik semua peristiwa
itu. Sebaliknya, para pekerja lokal
sahabat-sahabat Neo, termasuk Neo sendiri justru mencurigai Nishi Takamura
sebagai aktor dibalik semua kekacauan di pertambangan.
Apa
sesungguhnya yang terjadi di pertambangan batu bara tersebut? Benarkah Neo
Javed adalah otak dari semua kejadian tragis itu? Lantas, berhasilkah kelima
relawan itu lolos dari teror dan percobaan pembunuhan atas mereka? Bagaimana pula
dengan misi Neo Javed dalam menemukan penyebab tewasnya Lei adik kandungnya?
Semuanya akan
terurai dalam novel bernuansa semi thriller ini.
*******
Ayat Suci
yang Menari adalah novel pertama Garina Adelia - terkadang menggunakan nama
pena Monica Anggen - yang saya baca. Adegan menegangkan yang ditampilkan pada prolog
berhasil membuka kisah ini dengan efek suspense yang cukup mencekam dan mengentak
rasa ingin tahu yang besar akan keseluruhan isi cerita. Sejak halaman pertama,
novel ini berhasil menyeret rasa penasaran saya untuk terus membalik setiap lembarannya
dan ingin segera mengetahui rahasia-rahasia dibalik setiap kasus misterius yang
terjadi di areal pertambangan.
Setidaknya terdapat
5 (lima) poin positif yang saya temukan usai menuntaskan novel ini, yaitu :
1. Latar kisah penambangan batu bara, pengrusakan lingkungan hidup dan keserakahan manusia dalam mengeruk kekayaan alam, berhasil dikemas dengan apik oleh penulisnya dalam sebuah fiksi bernuansa semi thriller. Ditambah dengan muatan kisah pencarian hidayah seorang anak manusia dalam mencari pegangan hidup yang hakiki turut memberi nuansa islami yang melebur harmonis di dalam cerita dan memberi kekuatan tersendiri pada “ruh” keseluruhan cerita. Harmonisasi ini sekaligus mematahkan tema-tema monoton novel islami selama ini yang lebih banyak didominasi kisah berlatar pesantren.
2. Eksplorasi setting dan proses penambangan batu bara di Batulicin –
Kalimantan Selatan yang disajikan secara detail, membuktikan kematangan riset
yang dilakukan penulis. Lebih dari itu, penulis juga secara gamblang menuturkan
dampak eksplorasi batu bara terhadap kerusakan lingkungan hidup.
“Pemandangan
yang tersaji di hadapan mereka begitu mengerikan. Bukit-bukit telanjang berada
di sepanjang jalur yang mereka lalui. Begitu pula dengan danau-danau raksasa
bekas galian tambang yang ditinggalkan begitu saja. Terlihat tak terurus dan
menjadi pemandangan menyedihkan di tempat yang seharusnya terhampar hutan
belantara dengan pepohonan hijau.” (hal. 37).
“Banyak pepohonan
yang dicukur gundul hingga ke akar-akarnya hanya untuk menciptakan lahan
gersang yang nantinya akan dilubangi dan dikeruk demi mendapatkan permata hitam
yang harganya luar biasa mahal.” (hal. 62).
3.
Sebagai sebuah novel islami, ada banyak pesan religius bertaburan
dalam novel ini tetapi tidak terasa berjejalan dan menggurui. Diantaranya
adalah pesan tentang pentingnya menutup aurat bagi perempuan di dalam islam,
tentang kerusakan alam yang sesungguhnya bersumber dari ulah manusia sendiri,
serta pesan terpenting bahwa Allah swt adalah satu-satunya tempat bagi manusia
untuk berlindung dan menyandarkan pertolongan.
“Dan salah satu
caraku untuk menjaga diri adalah dengan menutup aurat. Apa yang ada pada
tubuhku ini tidak untuk dipamerkan pada orang lain, terutama lawan jenis. Keindahan
yang ada di tubuhku hanya untukku, Allah-ku, dan kelak suamiku.” (hal. 69).
“Segala
kerusakan yang terjadi di dunia bukan Tuhan yang menciptakan. Ciptaan Tuhan
selalu baik. namun hati manusia yang lemah terhadap godaanlah yang merupakan
penyebab segala kerusakan itu terjadi. Untuk itulah kita membutuhkan Tuhan agar
tidak tercebur ke dalam hal-hal seperti itu. hanya Tuhan yang mampu menjaga
kita. ia tempat kita berlindung, dan membuat segalanya menjadi baik kembali.”
(hal. 71).
4.
Sebagai sebuah novel bernuansa suspense, penulis berhasil mengemas
plot khas suspense yang bergerak lincah, didominasi oleh action yang padat dan memberi
efek menegangkan, juga mengikat rasa keingintahuan pembaca untuk terus membalik
lembarannya dengan teknik menggantung rahasia pada setiap bab untuk dipecahkan
pada bab yang akan datang, yang lazim disebut teknik the contract ataupun Chekov’s Gun.
5.
Penulis juga tak alpa menyelipkan beberapa muatan lokal, seperti
senjata mandau yang menjadi senjata khas suku Dayak juga kepercayaan masyarakat
setempat akan adanya kuyang, yaitu para perempuan yang memiliki kekuatan gelap
untuk melepaskan leher dari badan dan melayang-layang hanya dengan kepala dan
usus-usus yang menjuntai dari leher. (hal. 232).
Jika
menyebut kekurangan, menurut saya hal itu terletak pada desain sampul yang
terkesan terlalu lembut dan syahdu untuk sebuah novel bernuansa semi thriller, narasi
yang dituangkan dalam bentuk aksi pada beberapa bab terkesan terlalu padat, hingga
efek debaran akibat ketegangan yang ditimbulkan berpotensi mengalihkan fokus pembaca
dari jalan cerita, juga penyelesaian konflik di bab-bab akhir yang terkesan
terburu-buru.
Terlepas
dari beberapa kekurangan tersebut, poin-poin keunggulan yang dimiliki novel ini
layak mengantarkannya menjadi salah satu finalis IBF 2015 dan mencatatkan nama
Garina Adelia sebagai salah satu penulis yang layak diperhitungkan. Semoga ke
depan akan lebih banyak novel-novel Islami dengan tema variatif dan disajikan secara
cerdas dan menarik seperti novel ini.
Kirain bkn novel islami, menarik nih reviewnya
ReplyDeleteOh, baru tau kalau ternyata Monica Anngen punya nama pena yang lain? Kenapa pake nama pena beda ya?
ReplyDeleteMungkin karena novel ini islami, mb. Kang iwok juga punya nama pena untuk tulisan islami. Biar beda kali ya sama novel romance. :D
Delete