Sinopsis
:
Ini
adalah novel sekuel dari novel sebelumnya yang berjudul The Lunch Gossip. Xixi,
Keisha, Tia dan Arimbi telah berkeluarga dan bekerja di tempat yang berbeda.
Salah satu anggota gank mereka, Vinka, oleh satu sebab memutuskan untuk menjauhi
mereka dan tak terdengar lagi kabarnya. Kelompok mereka juga didatangi anggota
baru, yaitu Mega dan Airin. Meski telah memiliki banyak perubahan dalam
hidup, mereka masih berteman akrab dan selalu janjian untuk makan siang
bersama.
Masalah
demi masalah kemudian berdatangan. Arimbi yang sangat ingin hamil, justru tak
kunjung hamil. Yang hamil malah Keisha, sang phobia berat terhadap kegemukan
akibat taruma masa lalunya hingga kehamilan seperti menjadi mimpi buruk
baginya. Xixi sang perfeksionis, membuat keputusan besar dengan berhenti
bekerja dan menjadi ibu rumah tangga sepenuh waktu agar bisa memberi perhatian
penuh pada anak dan juga janin yang dikandungnya. Namun keputusan itu justru
membuatnya stress berat. Tia pula mengalami preeklampsia saat hamil tua. Di tengah-tengah
berbagai konflik personal itu, kemunculan kembali Vinka di kantor suami Keisha
dengan penampilan baru yang lebih fresh, juga sang bitch Kasih Kinanti yang
pernah berseteru dengan Tia, kian meperumit persoalan.
Bagaimana
para sahabat ini mengatasi persoalan mereka masing-masing? Akankah semua
konflik itu mempengaruhi persahabatan mereka? Ataukah justru persahabatan
itulah yang akan menguatkan mereka?
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sudah
cukup lama saya tidak membaca novel metropop. Berhubung dua novel metropop
terakhir yang saya baca meninggalkan kesan yang kurang nyaman di hati. Mungkin,
kalau bukan karena mendapat hadiah novel ini dari GPU, hati saya belum tergerak
untuk membeli atau membaca novel dengan latar sentral kehidupan khas perkotaan
ini.
Ini
merupakan novel ketiga penulis yang saya baca. Dan saya cukup klik dengan gaya penulisan
mbak Tria Barmawi. Meskipun belum membaca novel sebelumnya The Lunch Gossip, novel ini bisa saya nikmati tanpa mengalami clueless.
Ada tiga faktor yang membuat novel-novel metropop
karya mbak Tria (yang sudah saya baca) cukup menarik dan meninggalkan kesan hangat
di hati :
Pertama
– penuturan mbak Tria lincah dan segar, seperti sedang mendengarnya bercerita secara
lisan, begitu pun dialog-dialognya yang natural, namun mbak Tria tidak latah
menyertakan banyak kosakata Inggris yang selalu menjadi pakem banyak novel-novel
metropop. Pilihan bahasanya juga sopan dan nggak vulgar. Ini membuat novelnya
terasa asyik dinikmati hingga lembar terakhir.
Kedua
– meskipun berada pada lini metropop, namun novel-novel mbak Tria tidak
bertabur merk-merk ternama ataupun mal-mal terkenal yang juga menjadi ciri khas
novel metropop. Ceritanya juga sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Seperti konflik yang diangkat dalam novel ini : Tentang
dilema ibu bekerja yang kemudian memutuskan untuk berhenti kerja, namun kemudian
harus menghadapi lingkar kehidupan bertetangga dengan ibu-ibu yang doyan
gossip. Efek hormonal kehamilan yang membuat seorang wanita menjadi pencemburu
berat, atau efek traumatis yang membuat seorang wanita justru membenci
kehamilan. Ini membuat novelnya terasa lebih membumi dan natural.
Ketiga
– ini mungkin ciri yang hanya dimiliki sedikit sekali penulis novel-novel
metropop, dimana mbak Tria selalu menyertakan pesan positif didalam karyanya. Dan
ketiga novel mbak Tria yang sudah saya baca, semuanya memiliki pesan yang baik.
Untuk novel yang satu ini, kita juga akan memperoleh info penting tentang
bahaya preeklampsia pada masa kehamilan.
Selanjutnya
untuk hal-hal yang terasa sedikit janggal dari novel ini :
Pertama
– untuk cerita dengan latar kota Jakarta, terasa aneh saat para sahabat ini
bisa dengan mudah saling janjian dan ketemu untuk makan siang meski tinggal dan
bekerja di tempat yang berbeda-beda. Latar tempat juga tidak terlalu
dieksplorasi maksimal oleh penulis. Sekadar cukup untuk pembaca memperoleh
gambaran suasana kehidupan di ibukota.
Kedua
– keberadaan dua sahabat baru dalam kelompok ini, yaitu Mega dan Airin sangat
minim porsinya. Mungkin, cerita ini bisa lebih dinamis andai keduanya diberi porsi
yang lebih, sehingga tidak terkesan seperti sahabat yang numpang duduk dan makan
bersama aja.
Ketiga
– ada beberapa potensi konflik yang tidak digali lebih dalam oleh penulis dan
solusinya pun terkesan mudah. Contohnya saja saat Xixi dengan mudah berhenti
kerja padahal dia termasuk karyawan andal di kantornya. Namun, mengingat tokoh
utama novel ini lumayan banyak, sepertinya penulis memang hanya memfokuskan
pada konflik-konflik utamanya saja agar tidak melebar terlalu jauh.
Novel
ini sedikit banyak mengingatkan saya pada novel trilogi Ifa Avianty yang juga
mengusung banyak tokoh wanita dan saling bersahabat, serta salah satunya harus menemui nasib ”dimatikan” oleh penulisnya. Jadi, di dalam
novel mbak Tria ini, siapa yang bakal mengalami nasib itu? You can only find
the answer by reading it :)
Terakhir,
saya ingin mengutip kalimat-kalimat sederhana dari novel ini namun mengandung pesan-pesan
cantik. Jangan kaget ya kalau ternyata novel metropop satu ini punya pesan-pesan yang membuatnya lebih dari sekadar mengeksplorasi kerapuhan kaum urban :
-
Rasanya hampir semua teman kantorku di sini seperti
Sheren. Mungkin mereka kebanyakan mendapat training tentang bahasa tubuh. Pada mereka,
aplikasi semua teori itu rasanya terlalu dibuat-buat. Mungkin materi
pelatihannya kekurangan satu bahasan penting : bersikap tulus! (hal. 11-12)
-
Ketika kamu tidak menghargai waktumu berarti kamu tidak
menghargai hidupmu. Terlambat mungkin tidak akan membuat duniamu hancur
seketika. Tetapi itu melenakanmu. Membuatmu semakin tidak menghargai
keteraturan. (hal. 17)
-
Sekarang aku mengerti kenapa tetangga yang baik itu
penting. Hidup memang tidak terasa nyaman kalau tidak akur dengan tetangga
(hal. 115)
-
Kadang seseorang harus merasakan pahit terlebih dulu
untuk mengecap kemanisan. Kadang orang harus jatuh dulu supaya bisa bangun
(hal. 191)
-
Orang sering nggak menghargai kerja ibu rumah tangga. Padahal
itu kerja paling berat. Makanya nggak boleh dibilang ‘cuma’. Jadi ibu rumah
tangga itu sangat penting. Kita harus mengucapkannya dengan bangga (hal. 197)
-
Usia tidak ada yang tahu. Kalau aku harus meninggalkan
dunia ini, apa yang sudah aku perbuat untuk orang lain? aku tidak mau meninggal
menjadi orang egois yang hidupnya hanya didedikasikan untuk diri sendiri. Kepergiannya
yang begitu tiba-tiba membuat kami menyadari betapa singkatnya hidup ini untuk
dijalani dengan biasa-biasa saja (hal. 261, 264)
Judul
: The Lunch Reunion
Penulis
: Tria Barmawi
Penerbit
: Gramedia Pustaka Utama
Hal
: 266 hal
Terbit
: 2013
Aduk mbak, quote-quote-nya makjleb semua. Sungguh, di beberapa poin, bikin tersentil. Ijin save quotenya ya mbak. maklum, kali aja gak sempat nemu buku ini dan membacanya, xixixii... thanks mbak lyta. As usual, resensinya selalu cakeeeep...
ReplyDeletekeren yaa.. metropop tapi nggak sok branded.. biasanya emang gt ya.. para tokoh utama mainannya mal-mal papan atas dgn objek belanjanya barang-barang bermerk.
ReplyDeletewah, keren resensinya :D
ReplyDeletesaya jadi nambah pengetahuan tentang novel metropop. makasih, Mbak Riawani Elyta :)
Novel metropop belum pernah sekalipun saya membacanya. Entahlah.. apa saya yg kurang minat dengan jenis novel ini atau saya belum menemukan klik dengan novel metropop. Tapi membaca resensi yg ditulis mbak lyta,sedikit membuka pintu hati saya untuk mencoba membaca novel berjenis ini :D
ReplyDeletesilahkan mbak Eky :)
ReplyDeleteiya mbak Linda, biasanya begitu pakemnya, tapi yg ini 'aman', hehe
sama2 Melani :)
iya Yulita boleh dicoba, siapa tahu jadi suka :)
Agak bingung baca novel yg tokohnya banyak dan dialognya banyak. kadang susah ngebedain siapa yg lagi ngomong :D
ReplyDeletepernah baca tulisan tria yang lain, tapi belum baca yang ini. :D
ReplyDeleteSaya sebenarnya nggak begitu tertarik baca metropop, rasanya jauh dari keseharian saya. Tapi baca review Mbak untuk buku yang ini jad tertarik. Hm..ntar cari pinjeman ah *dikeplak penulisnya* :D
ReplyDeletekesasar disini... :)
ReplyDelete