Resensi :
Demi mengikuti
suaminya Riyan, seorang PNS dan dokter yang ditugaskan ke pedalaman Papua,
Syakilla harus mengorbankan impiannya dan karirnya sebagai Direktur Smart HRD
Training Centre, sebuah lembaga pelatihan motivasi yang cukup populer di
Semarang.
Kehidupan yang
serba sulit menyambut pasangan muda ini di Papua. Mulai dari keterbatasan fasilitas,
akses transportasi, sarana medis, kultur masyarakat setempat yang sebagian
masih primitif, termasuk kesulitan mereka sebagai keluarga muslim untuk
beribadah secara nyaman dan mendapatkan makanan yang halal.
Dalam sebuah
misi tugasnya melakukan pengobatan massal di sebuah desa terpencil, Riyan
mengalami nasib naas saat disandera oleh para pelaku Operasi Papua Merdeka
(OPM). Pada saat yang sama, Syakilla juga sedang berjuang melahirkan putri
keduanya dan sempat mengalami pendarahan.
Berbagai peristiwa
dialami Riyan selama menjadi sandera, termasuk berkenalan dengan Sokabai,
seorang wanita cantik di kalangan OPM, yang belakangan baru diketahui merupakan
mata-mata TNI. Dalam sebuah penyerangan oleh TNI, Riyan yang dijadikan tameng
oleh pemimpin OPM ikut terjatuh ke dalam jurang, dan mengalami koma hingga
berbulan-bulan lamanya.
Sementara itu,
hidup yang dilalui Syakilla tanpa Riyan di sisinya juga tak kalah berliku.
Kedatangan seorang dokter tampan bernama Andrean yang tak lain adalah
kekasihnya di masa lalu, kian menghadirkan kegalauan di hati Syakilla saat
kabar tentang Riyan yang sampai ke
telinganya justru menyebutkan bahwa suaminya itu telah meninggal dunia.
Akankah takdir
mempertemukan Riyan dan Syakilla kembali? Bagaimana akhir kisah yang mendebarkan
ini?
Dalam novel yang
pernah terbit dengan judul Obituari Kasih ini, Afifah Afra kembali menunjukkan
kelasnya sebagai penulis dengan idealisme yang meledak-ledak (kala itu),
berintegritas tinggi, riset yang optimal dan mampu mengolah semua unsur
pendukung cerita dengan sangat baik. Nyaris tidak ada unsur yang terbangun
dengan sia-sia, semua punya kontribusi dalam mempersembahkan sebuah output
berupa novel yang berkualitas.
Kisah yang sarat
konflik pun kembali menjadi ciri khas dan keunggulan Afifah dalam novel ini.
Kepiawaian Afifah dalam menabrakkan konflik batin, kultur sosial dan historis
lalu mengemasnya dalam plot yang rapi, emosi yang kuat dan didukung oleh banyak
karakter adalah diantara faktor-faktor keunggulan novel ini.
Saat Afifah mengabari
bahwa novel ini akan direvisi dan dicetak ulang, dan untuk itu beliau meminta
beberapa saran masukan, bagi saya ini sudah sebuah kehormatan, karena, siapalah
saya ya yang punya kompetensi untuk menilai novel sekeren ini? :)
Dan, uniknya
lagi, Afifah malah telah menyiapkan “pledoi” sebelum saya sempat berkomentar
satu kata pun. Pledoi yang berisi penilaian Afifah terhadap karya-karyanya
beberapa tahun lalu, termasuklah novel ini.
Jadi, disini
saya tidak lagi akan mengulang isi pledoi tersebut, karena Afifah telah dengan
jeli dan cerdas mampu mencermati hal-hal yang perlu dia tingkatkan untuk
merevisi novel-novelnya yang dulu agar lebih sesuai dengan konteks kekinian.
Berikut beberapa
catatan saya untuk novel Rabithah Cinta, dan ini sama sekali bukan kritik,
selain hanya sekadar apa yang terdetak di hati saat membacanya dan
pemakluman-pemakluman saya untuk semua detak-detak yang sebenarnya nggak
penting-penting amat ini :)
:
1. Beberapa karakter novel ini menurut saya punya
kemiripan dengan karakter tokoh pada novel Afifah yang lain. Saya melihat tokoh
Riyan dan Sokabai disini tak lain adalah karakter Rangga dan Maria dalam novel
DC dengan latar kultur, tempat dan waktu yang berbeda. Hal ini saya
maklumi, karena sebagai penulis yang sudah menerbitkan puluhan novel, sangat
wajar kemiripan dan repetisi tersebut bisa terjadi. Dan sampai akhir cerita saya belum menemukan alasan yang jelas bagaimana Sokabai bisa menjadi intel atau mata-mata TNI.
2. Dalam
kapasitas saya sebagai pembaca novel-novel populer, Afifah termasuk penulis
yang kurang natural dalam mendeskripsikan interaksi dan ketertarikan antara
lawan jenis, kalau dianalogikan dengan adonan donat, maka ini seperti adonan
yang masih menampakkan gelembung udara dan tonjolan-tonjolan tepung akibat
pengulian yang belum merata. Tapi, berhubung hal tersebut saya temui dalam
hampir semua novel Afifah yang pernah saya baca, sekali lagi saya memakluminya
sebagai ciri khas penulis. Karena secara segmen dan orientasi, novel-novel
roman populer menginginkan pembacanya merasakan getar-getar manis oleh
nuansa roman yang dibangun, sementara pada novel-novel islami termasuk novel karya
Afifah ini, interaksi antar lawan jenis yang tidak terikat pernikahan, lebih cenderung
diposisikan dan dideskripsikan sebagai ketertarikan satu sama lain berdasar nafsu belaka.
3. Jika
novel ini nantinya terbit dibawah label islami, sepertinya tidak ada masalah
dengan kontennya, tapi kalau memang ingin menyasar pembaca yang lebih umum,
sepertinya ada beberapa sisi yang perlu diperhalus, mengingat salah satu
konflik minor yang tampil disini adalah gesekan antara perbedaan kultur dan agama
4. Yang
nggak kalah penting untuk direvisi, tentu saja pada kemasan dan sampulnya.
Untuk masa itu, mungkin sampul model begini memang sedang trend, tapi buat masa
sekarang, jelas sudah out-of-date. Bahkan anak bungsu saya (2 tahun) dengan
yakinnya mengatakan kalau wajah dokter dengan masker pada sampul novel ini
adalah Mr. Bean :D
5. Hal
ini pernah saya sampaikan langsung dengan penulis, bahwa konflik yang sangat
padat dalam novel-novelnya membuat nyaris tak ada ruang bagi pembaca untuk
merasakan kesan manis, tenang dan nyaman. Pembaca seakan diajak terus berpacu
pada lintas arung jeram hingga garis finish. Mungkin ini bisa sedikit disiasati
dengan lebih banyak menyelipkan adegan-adegan kekeluargaan yang hangat
misalnya, atau deskripsi latar tempat yang indah, jadi emosi pembaca juga tidak
terus menerus berkutat dalam ketegangan demi ketegangan, karena efek akhirnya
justru akan mengaburkan pesan dari novel tersebut.
Memang, apa yang paling membekas dari novel-novel
Afifah adalah novel yang “hebat”, berkelas, tetapi,
ijinkan saya sedikit membuat perbandingan dengan novel Cinta Yang Membawaku
Pulang karya Agung F. Aziz, salah satu novel debut terbaik yang pernah saya baca dalam
kurun waktu setahun terakhir ini.
Saat menutup novel tersebut, pesan yang langsung
terpatri dalam benak saya, bahwa beginilah seharusnya ketabahan dan ketegaran
yang layak diteladani oleh seorang muslimah, dan cinta kepada Allah adalah
orientasi tertinggi yang harus mampu mengalahkan rasa cinta kita terhadap makhluk.
Dan saat menutup novel Rabithah Cinta,
pesan yang merasuk dalam benak saya adalah, bahwa pengorbanan dan ketabahan
seorang istri ternyata harus dibayar sangat mahal.
Nah, tanpa membandingkan kualitas
kontennya, mana kira-kira pesan yang lebih makjleb?
Tentunya, ini hanya berlaku bagi pembaca
yang mengangap pesan moral adalah bagian penting dari cerita. Toh selain pesan
moral, novel Afifah sudah memberikan paket lengkap : bacaan yang bergizi, menambah
wawasan, merekam dokumentasi sejarah, dan menyajikan cara bercerita yang baik.
Diluar semua catatan “not-so-important” diatas,
saya berharap novel sebagus ini tidak hanya sekadar dicetak ulang, tetapi juga
dibuat versi visualnya alias diangkat ke layar lebar, dan saya kira, empat nama
ini : Oki Setiana Dewi, Reza Rahadian, Prisia Nasution dan Vino G Bastian
lumayan cocok untuk memerankan kwartet tokoh novel Rabithah Cinta : Syakilla-Riyan-Sokabai-Andrean :)
Judul : Rabithah Cinta
Penulis : Afifah Afra
Penerbit : Mizania
Tebal : 336 hal
Genre : Fiksi Islami
Terbit : 2008
ISBN : 9786028236195
Maksud dari pembandingan pesan antara RC dan CyMP bisa diperjelas nggak?
ReplyDeleteMaksudnya, CYMP itu pesannya lebih kuat dgn penyampaian yg halus, ya itu yg kurasakan sih, kalo RC itu kuat di jalinan konfliknya, jadi unsur pesannya jadi 'kalah'
ReplyDeletePadahal pesan utamaku sebenarnya justru tentang konflik Papua, bagaimana cara agar Papua dan Indonesia tetap bersatu. Novel ini awalnya kuniatkan sebagai novel semi 'politik.' Bias ya?
ReplyDeleteOke deh, ntar lebih diperhatikan.
hohoho...lagi-lagi RR masuk dalam list aktor yang diinginkan untuk sebuah peran tertentu :D
ReplyDeletebtw, resensinya kereeeeeen. aslii
*mlipir
kalo untukku, gak kebaca malah pesan semi politik itu, mungkin krn sejak awal pembaca langsung digiring masuk ke konflik pasutri itu sebelum pindah, dan cerita pun lbh kuat pd kisah si syakilla, endingnya pun msh ttg pasutri itu, jd yg lebih kerasa ya konflik mrk b2, papuanya jd konflik pendukung aja.
ReplyDeleteMalah nurutku Always Be-nya Shabrina, meski hny sekilas penyampaiannya, pesan agar kedua negara itu bersatu terasa lbh kuat, cukup dgn dia menyampaikan bahwa ada dua hati dan keluarga yg harus terpisah krn referendum, kalo aja Shabrina bisa eksplorasi dan fokuskan disitu, tuh novel bakal lbh menggetarkan deh
Mbak Eky, aslinya sy minim pengetahuan ttg aktor lokal, jadi bolak-balik tahunya itu aja :D
ReplyDeleteMengapa oh mengapa ada Aa Reza muncul di sini? :) *fans Aa Reza mendoakan film dari novel ini segera rilis * *memancing isu* :))
ReplyDeletebener kata mba yeni, novel ini menurutku lebih menonjolkan papuanya, mba. terlepas dari repetisi karakter yang biasanya dilakukan penulis. penulis lain juga sering repetisi, ada kemungkinan karena itu karakter ideal yang dia suka.
ReplyDeleteMbak ifa : mengapa ? Karena saya nggak kenal banyak aktor lokal, hihihi
ReplyDeleteIla : ya ini hanya yang mampu tertangkap olehku :-) aslinya aq juga bukan pembaca yang teliti , hihihi, jadi ya terserah penulisnya aja sudi mempertimbangkan opini gak penting ini kagak:-)
ReplyDeleteUntuk yang repetisi karakter juga aq maklumi koq, tuh ada di poin 1, not big problem buatku:-)
ReplyDeleteAmbil nafas dalam-dalam dan hembuskan. Aku bacanya sampai tahan nafas mbak. Luar biasa, ini resensi kedua yang aku sukai setelah 12 menit ^^
ReplyDeleteOalah capek juga ika tahan napas sambil baca, hihi
ReplyDeleteIni novel mengusung pesan politik, terasa kok, karena disusupkan dengan sangat lembut. Bagi yang mengikuti perkembangan Papua, pasti tahu. Justru saya mengapresiasi gaya penuturan semacam ini, konflik seperti cenderung ke pasangan suami istri, namun pesan menyusup tanpa disadari.
ReplyDeleteWah, saya punya bukunya yang ini.. Hadiah quiz Pembaca Afifah afra...
ReplyDelete