Resensi :
Olahraga dayung,
merupakan salah satu jenis olahraga andalan Indonesia. Tak tanggung-tanggung,
atlet dayung Indonesia pernah mempersembahkan sembilan medali emas dari cabang
olahraga ini pada Sea Games tahun 2011.
Novel ini
bercerita tentang seorang gadis remaja bernama Danum, yang jatuh cinta pada
olahraga dayung sejak pertama kali ia memiliki dan memegang alat dayung. Ia
kemudian menjadikan atlet dayung sebagai urutan pertama pada daftar
cita-citanya. (hal. 17).
Danum yang lahir
dan dibesarkan di rumah Betang (rumah adat Kalimantan), bersahabat dengan
seorang lelaki bernama Dehen sejak mereka kecil. Dehen juga menyenangi olahraga
dayung, memiliki cita-cita yang sama, dan sejak kecil, mereka selalu
bersama-sama menyusuri sungai dengan jukung (perahu) dan saling beradu
kecepatan. Kebersamaan itu, diam-diam menumbuhkan perasaan simpati antara
keduanya yang tak pernah terungkapkan.
Perjalanan Dehen
menuju cita-citanya menjadi atlet dayung terbilang mulus. Dalam waktu singkat,
ia telah berhasil masuk pelatnas dan mengharumkan nama Indonesia saat meraih
medali emas dalam kejuaraan dayung Korea Terbuka di Busan (hal. 41). Namun
sebaliknya dengan Danum. Ia berkali-kali gagal di perlombaan tingkat daerah
hingga jauh tertinggal dibandingkan Dehen.
Ketika akhirnya
ia memperoleh kesempatan saat dipanggil mengikuti kualifikasi masuk tim
propinsi, Danum merasa bimbang, karena ia harus pergi ke Palangkaraya, meninggalkan
kakek yang sangat disayanginya di rumah betang, kakek yang menjaganya sejak
ibunya meninggal dan ayahnya pergi meninggalkannya, juga Arba, satu-satunya
abang kandungnya yang dibawa pergi oleh ayahnya lalu kembali lagi ke rumah
betang saat ayahnya masuk penjara.
Berkat dukungan
penuh dari Arba dan kakeknya, Danum memutuskan untuk mengejar cita-citanya. Ia
berhasil lolos kualifikasi. Kebimbangan kembali mendera Danum, karena ia harus
mengikuti pelatihan daerah selama berbulan-bulan. Danum merasa tak sanggup
berpisah dengan rumah betang, kakeknya dan juga Arba dalam waktu yang lama. Ia
merasa harus membayar terlalu mahal untuk mengejar cita-citanya, karena selama
ini, kakek tidak pernah meninggalkannya. Kakek selalu ada di sampingnya saat
satu demi satu orang-orang yang dicintainya pergi. (hal. 70).
Manakah pilihan
yang akan diambil Danum? Berhasilkah ia mencapai cita-citanya menjadi atlet
dayung kebanggaan Indonesia? Lalu, bagaimana pula nasib hubungannya dengan
Dehen?
Semuanya akan
terjawab dalam novel yang dituturkan dalam bahasa yang halus dan lembut ini.
Novel setebal 175 halaman ini sarat pesan-pesan moralitas dalam hal perjuangan
meraih cita-cita dan cinta. Dengan berlatar lokalitas Kalimantan, kultur Dayak
dan selipan kosakata bahasa daerah, turut memberikan nuansa eksotis pada
jalinan cerita ini. Pembaca akan diajak mengenali rumah betang dan ciri-cirinya,
suasana pedesaan di tanah Borneo yang hijau dan asri, serta kehidupan
masyarakat setempat diantaranya pekerjaan bertanam dan mengembangbiakkan kayu
ulin. Meski tidak menyajikan konflik yang tajam, novel ini cukup memberikan
nilai-nilai inspiratif lewat kalimat-kalimat motivasi yang disebar pada setiap
bab.
Melalui tokoh Danum, novel ini mengajarkan
pentingnya arti kegigihan dan
pengorbanan, termasuk saat harus meninggalkan keluarga yang dicintai demi
mengejar cita-cita. Novel ini juga seakan mengingatkan, bahwa negeri ini
menyimpan potensi atlet olahraga yang tak kalah bersinar dibandingkan atlet cabang
olahraga lain yang lebih populer seperti bulutangkis dan sepak bola, yaitu
olahraga dayung. Apalagi, ditunjang oleh kondisi geografis Indonesia yang banyak
memiliki sungai dan dikelilingi lautan, sangat memungkinkan untuk melahirkan
lebih banyak lagi atlet-atlet dayung potensial yang kelak akan mengharumkan
nama negeri ini. Tak peduli meski berasal dari daerah terpencil sekali pun,
karena yang terpenting, adalah kegigihan dan komitmen dalam meraih impian dan
cita-cita.
Judul : Betang, Cinta yang Tumbuh dalam Diam
Penulis : Shabrina WS
Penerbit : Quanta
Tebal : 175 hal
Genre : Novel
Terbit : Oktober 2013
ISBN : 9786020220352
Harga : Rp.29.000,- *) Resensi pernah dimuat di Koran Jakarta edisi hari Jumat tanggal 8 November 2013
Resensi ini diikutsertakan dalam lomba resensi buku BAW dan QuantaBooks
Makasiiiih ya Mbaak :)
ReplyDelete