RESENSI NOVEL HUJAN DAN TEDUH
Thursday, 10 October 2013
Judul : Hujan dan Teduh
Penulis : Wulan Dewatra
Penerbit : Gagas Media
Tahun : 2011
Sinopsis :
Kepadamu, aku menyimpan cemburu dalam harapan yang tertumpuk oleh sesak dipenuhi ragu.
Terlalu banyak ruang yang tak bisa aku buka. Dan, kebersamaan cuma memperbanyak ruang tertutup.
Mungkin, jalan kita tidak bersimpangan. Ya, jalanmu dan jalanku. Meski, diam-diam, aku masih saja menatapmu dengan cinta yang malu-malu.
Aku dan kamu, seperti hujan dan teduh. Pernahkah kau mendengar kisah mereka? Hujan dan teduh ditakdirkan bertemu, tetapi tidak bersama dalam perjalanan. Seperti itulah cinta kita. Seperti menebak langit abu-abu.
Mungkin, jalan kita tidak bersimpangan....
======================================================================
Satu paket pesanan buku nyampe dengan selamat ke rumah saya waktu itu. Gak biasanya, bungkusnya kertas koran, bikin orang di rumah jadi curigaan. (Ups, malah ngomentarin paket :D)
Isinya? Empat novel, tiga darinya adalah pemenang lomba novel yang diadain sekitar akhir tahun lalu. Saya emang seneng baca karya-karya hasil jebolan kompetisi, berekspektasi bahwa ada sesuatu yang 'lebih' didalamnya sehingga emang layak menang dan menyingkirkan ratusan kompetitor.
Awalnya saya membaca yang covernya warna orange muda, tapi kemudian pindah ke novel lain, yang - jujur aja - karena terbius dengan covernya yang meneduhkan, judulnya yang romantis, komentar juri didepannya yang juga nggak kalah manis serta foto penulisnya di cover belakang, semuanya langsung membentuk gambaran utuh di benak saya akan sebuah novel yang sweet, smooth, fresh dan very touching.
Baru separoh jalan ngebaca....OMG! Saya sampe nanya retoris : beneran nih?? ini novel yang menang??
....saya kecele!
Dibalik kemasan yang serba manis itu, didalamnya saya temukan karakter tokoh cewek yang biseksual, karakter cowok yang 'sakit' alias posesif dan rada psikopat, alur cerita yang diwarnai SBM (sex before marriage) yang berulang-ulang, juga solusi-solusi semacam : aborsi, berciuman dengan cowok lain demi membatalkan pertunangan, sampai....suicide!
Hmm...
Silahkan bilang saya kuno, konservatif, konvensional, nggak up-to-date, kurang gaul, tapi dalam kacamata si emak kolot dari kepulauan ini, saat membaca sebuah fiksi yang memuat kisah penyimpangan a.k.a pergeseran moral yang tersaji dengan gaya tutur yang SANGAT manis, SANGAT indah, SANGAT meremaja, SANGAT jujur (sengaja, kata 'sangat'nya pake kapital, karena dari segi penuturan, novel ini memang SANGAT memikat), maka semua penyimpangan tadi seakan menjelma sebuah potret peristiwa yang sudah biasa dan dianggap lumrah, adalah sebuah realita dalam pola pergaulan generasi muda jaman ini.
Meski didalamnya juga digambarkan akibat dari perbuatan menyimpang itu, dimana ceweknya terkena infeksi rahim sehingga rahimnya diangkat, pesan ini rasanya kurang menohok, mungkin, ya karena didukung penuturan yang amat manis itu tadi. Dan kalaupun novel ini dianggap bagus dari sisi keutuhan konseptual, saya justru gagal menemukan sebab yang jelas kenapa si tokoh cowok yang rada psikopat itu bisa menjelma jadi baik dan bertobat secara tiba-tiba (meskipun, pertobatan itu hanya tercermin dalam keinginannya untuk menikah), dan kenapa si tokoh cewek bisa menjadi seorang biseksual tanpa didukung oleh latar belakang keluarga atau lingkungan misalnya. Juga penyesalan si tokoh cewek kurang tergarap secara maksimal, sehingga - yah, lagi-lagi - saya menangkap kesan dan pesan bahwa semua bentuk pergeseran disini adalah sebuah pelumrahan (???). bagian dari gaya hidup. Seakan-akan saya dapat mendengar sang penulisnya mengatakan didepan saya, "Ini realita mpook, realita! Si mpok kemane aje??
Enggak. Saya enggak kemane-mane.
Masih disini.
Tetap setia menanti fiksi-fiksi karya anak bangsa ini dengan satu harapan besar akan perubahan ke arah pembentukan karakter dan moralitas yang signifikan.
Dan kurang adil rasanya kalau nggak menyebut kalau novel ini nggak punya kelebihan, bagaimana pun, ini juara pertama kompetisi, selain penuturan yang manis dan mengalir, tema yang diangkat cukup berani, dan penulisnya juga berhasil mengemas tema itu dengan alur maju mundur yang menarik dan nuansa yang dibangun juga nggak biasa. Dan tentu saja, keunggulan yang paling eye catching adalah pada cover dan blurbnya. Asli deh, fisik novel ini memang keren, sehingga covernya pernah masuk finalis API (tahun berapa saya lupa) untuk nominasi cover pilihan.
Akhir resensi ini saya tutup dengan doa, semoga generasi dibawah saya, terutama mereka yang terlahir dari rahim saya, dipelihara oleh Allah swt dari pergeseran budaya yang dianggap biasa dan terhindar dari ikut-ikutan membiasakan dan melumrahkan penyimpangan...
hari ke-9 Battle Challenge #31hariberbagibacaan
loading..
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Waktu liat link ini di FB, mikir kayaknya denger judulnya. Eh, ternyata emang saya pernah baca. Ehehehe....
ReplyDeleteKomentar saya kurang lebih sama kayak Mbak Ria. Walopun saya belum emak-emak (hihihi). Kalau boleh jujur, saya malah nggak menangkap kesan yang bagus tentang alur maju-mundurnya juga. Kayak nggak ada korelasi yang 'berguna' untuk membangun karakterisasi si tokoh utama dari masa lalu itu. Seperti masa lalunya cuma buat memberitahu orientasi seksualnya.
Sebetulnya saya juga kecewa sama novel ini. Lebih karena ceritanya sih ya. Penulisan ... entahlah, karena saya udah nggak tertarik sama ceritanya, jadi saya bacanya agak lompat-lompat. Tapi (di bagian-bagian awal, pas saya masih baca dengan serius) saya menemukan kalo peralihan antara flashback dan present ini kurang 'mengalir'.
Lho, jadi review di sini. Hihihihi...
alur maju mundur itu sebenernya cukup unik, tapi ya utk sy, novel ini cukup mengecewakan, hehe, ya oke deh temanya berani, tp sisi2 lain seperti setting tempat, plot, karakter tokoh juga gak tergali maksimal, sy juga gak tau ini tokoh2nya kaya' apa mukanya, cakep kagak, hihi
ReplyDeleteAku suka cerita dengan alur maju-mundur, tapi yang ini rasanya nggak 'klop'. Kayak berjalan sendiri-sendiri gitu, Mbak. Kurang dimanfaatkan buat pengembangan karakter. Sayang...
ReplyDeleteIya, itu juga. Nggak kebayang karakternya. Dan banyak sekali plot hole.
Jadi kira2 yang membuat naskah ini jadi pemenang pertama apa ya? Hehe
ReplyDeleteItu yang mau aku tanya juga. Hehehe... Mungkin karena temanya yang berani itu kali ya.
ReplyDelete*liat atas* lho, komenku nggak konsisten, tadi pake saya, sekarang pake aku. Hahaha...
Krn ini jebolan lomba, standar bisa rancu ya, berarti kalo mau menang, bikin aja tema yg beda, unsur2 lain secukupnya saja, hihihi
ReplyDeleteIya, ya. Gawat juga kalo sampe semuanya mikir kayak gitu...
ReplyDeletewah, resensinya pindahan dari FB semua :D :D
ReplyDeleteKan kemaren katanya boleh, Hehe, yg udah pernah muat di media juga boleh kata ila :-)
ReplyDeleteSama, aku juga gak habis pikir kenapa novel ini bisa jadi juara 1?!?
ReplyDeleteAku pernah ngereview buku ini:
http://luckty.wordpress.com/2013/01/09/review-hujan-dan-teduh/
Ternyata bukan cuma sya yg merasa kecewa thd buku ini.
ReplyDeleteTertarik membaca pertama kali krn melihat cover yg cantik sekali, sinopsis dan komentar teman yg sudah pernah baca blng "bagus". Jadilah sy baca bukunya (untung tidak beli sendiri :D). Pertama baca langsung kecewa dng dihadirkannya kisah biseksual. Krn sy pantang tidak menyelesaikan membaca buku sampai tuntas sy terus lanjutkan, trnyata makin lama makin mengecewakan sebab pergaulan bebasnya. Terlebih endingnya yg menggantung.
Sy masih muda lho Mbak, tapi sy kecewa dengan cerita novel jenis gitu, juga sama penulisnya yg manis dan berkerudung. Rasanya tidak pantas, apalagi jadi juara pertama.
Menurut sy cara bertutur yg benar2 Apa Adanya dan sedikit pesan moral ttg persahabatan, perjuangan mungkin yg menjadikannya juara pertama.
iya Iyka, sptnya poin terakhir itu yg bikin novel ini menang, bertuutr apa adanya, tapi tetep aja kesan n pesan ceritanya jd gimana gt yaa..
ReplyDeleteTerima kasih Mbak, jadi bahan referensi sehingga saya tak menyesal belakangan *urung beli :D
ReplyDelete